YANG PENTING DI LIAT

Sabtu, 15 Oktober 2016

Kurangnya Pendidikan di Wilayah Indonesia Timur

Pendidikan merupakan salah satu modal yang sangat penting untuk menjalani kehidupan bermasyarakat, karena dengan adanya pendidikan, kita bisa memahami berbagai informasi. Saat ini, kualitas pendidikan di Indonesia memang terbilang cukup memprihatinkan. Berdasarkan data dari UNESCO, Indonesia menempati posisi 109 dalam angka Human Development Index (HDI) yang dihitung berdasarkan beberapa aspek, termasuk kualitas pendidikan. Menurut studi survei yang dilakukan instansi Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan Indonesia menempati posisi 12 dari 12 negara di Asia yang disurvei. Sedangkan menurut data The World Economic Forum di Swedia, daya saing pendidikan di Indonesia termasuk rendah, yaitu menempati urutan 37 dari 57 negara yang disurvei.

Pendidikan di Indonesia bukan hanya soal masalah kualitasnya saja, namun juga tentang pemerataan. Masih banyak daerah-daerah pelosok di Indonesia yang belum menerima pendidikan yang layak. Masalah pelayanan pendidikan di seluruh wilayah Indonesia kerap kali terhambat oleh beberapa faktor, sehingga sulit untuk mewujudkan pelayanan pendidikan di daerah-daerah tertinggal, terutama di wilayah Indonesia Timur. Selain sarana dan prasarana yang kurang dan belum memadai, kualitas dari guru dan tenaga pengajar lain juga dirasa masih belum kompeten.

Masalah Pendidikan di Wilayah Indonesia Timur

Akibatnya banyak anak-anak yang putus sekolah. Berdasarkan data dari Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini Non Formal dan Informal (PAUDNI), terdapat sekitar 800 ribu anak-anak putus sekolah di kawasan Indonesia Timur. Selain itu, kawasan Indonesia Timur juga masih memiliki angka buta huruf yang tinggi. Bahkan 3 provinsi dengan presentase tertinggi penduduk yang buta huruf berasal dari provinsi di Indonesia Timur, yaitu provinsi Papua (36,31 persen), Nusa Tenggara Barat (16,48 persen) dan Sulawesi Barat (10,33 persen). Sementara provinsi di Indonesia Timur lain juga memiliki presentase buta huruf di atas 5 persen, yaitu Nusa Tenggara Timur (10,13%), Gorontalo (5,05%), Sulawesi Tenggara (6,76%) dan Papua Barat (7,35%).

Di wilayah Papua, perkembangan pendidikan terbilang paling memprihatinkan. Rata-rata tingkat pendidikan masyarakat Papua masih rendah. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jika lebih dari 50% anak-anak usia sekolah (3-19 tahun) tidak mendapatkan pendidikan di sekolah. Minimnya fasilitas masih menjadi faktor utama. Di Papua, masih banyak sekolah yang berdiri seadanya dengan menggunakan tenda dan kursi yang lapuk. Kualitas pengajar yang tersedia juga belum kompeten.

Selain masalah fasilitas dan SDM, penyebab utama lainnya adalah minimnya stimulasi yang diberikan pada anak usia dini. Di Papua, anak-anak lebih banyak tumbuh dan berkembang alami tanpa diberikan edukasi yang baik. Minimnya sistem pengajaran sejak usia dini, seperti PAUD atau TK, tentu membuat pendidikan di Papua menjadi terlambat dan tidak terstruktur. Selain itu, adat dan kebudayaan setempat juga secara tidak langsung menjadi penghambat sistem pendidikan di Papua.

Sementara di wilayah Maluku, masalah pendidikan yang ada juga hampir sama. Di daerah-daerah terpencil di Maluku, masih banyak ditemui sekolah dengan kondisi yang memprihatinkan. Faktor prasarana yang buruk serta tenaga pengajar yang kurang masih menjadi penghambat utama.Di provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), masalah pendidikan terbilang cukup kompleks. Masyarakat di NTB masih belum memahami pentingnya pendidikan bagi anak usia dini. Hal ini mendorong banyaknya anak yang putus sekolah. Para pelajar juga banyak yang enggan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Akibatnya banyak penduduk NTB yang buta aksara. Tercatat sebanyak 417.991 warga NTB menyandang buta aksara atau sekitar 16,48 persen dari total penduduk yang ada.

Sedangkan di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT), kualitas pendidikan juga tergolong rendah. Masalah SDM yang ada menjadi faktor utama. Tercatat hampir 50 persen dari total 80 ribu guru di NTT hanya memiliki ijazah SMA. Hal ini tentu mempengaruhi mutu pendidikan di NTT. Banyak juga sekolah di kawasan pedesaan yang kekurangan guru dan tenaga pengajar lainnya.

Melihat fakta-fakta yang ada, tentu bisa dikatakan bahwa kualitas pendidikan di wilayah Indonesia Timur masih tertinggal, jika dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia seperti Jawa, Sumatera atau Kalimantan. Dibutuhkan penanganan dari pemerintah dan semua pihak untuk bisa mengatasi permasalahan ketertinggalan pendidikan di wilayah Indonesia bagian Timur ini. Sekian informasi nasional kali ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar